Gadungan Bukan Cuma Nama Desa, Tapi Cara Main Jabatannya Juga Gadungan!



Kediri, soearatimoer.net  – Proses pengisian jabatan perangkat desa kembali menjadi sorotan tajam di Kabupaten Kediri. Kali ini, dugaan praktik jual beli jabatan mencuat dari Desa Gadungan, Kecamatan Puncu, tepatnya dalam seleksi pengisian posisi Kepala Dusun (Kadus) Gadungan Barat. Berdasarkan informasi yang dihimpun, calon pengisi jabatan tersebut diduga harus menyetorkan uang dalam jumlah fantastis — mulai dari puluhan hingga ratusan juta rupiah — demi dapat menduduki posisi strategis tersebut.

Sumber terpercaya menyebutkan bahwa praktik ini bukan semata pungutan liar (pungli) maupun korupsi biasa, tetapi telah mengarah pada skema sistematis jual beli jabatan. Hal ini tentunya mencederai prinsip meritokrasi dan menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, yang berharap proses rekrutmen perangkat desa dilakukan secara transparan dan akuntabel.

Dugaan praktik serupa juga tengah diselidiki oleh Ditreskrimsus Subdit III Tipidkor Polda Jawa Timur. Forum Peserta Ujian Penyaringan Perangkat Desa (FPUPPD) Kabupaten Kediri telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) Nomor B/188/IV/RES.3.3./SP2HP-3/2025 yang dikeluarkan pada 22 April 2025.

SP2HP ini merupakan tindak lanjut dari laporan dugaan tindak pidana korupsi yang terjadi dalam proses pengisian, pencalonan, dan pengangkatan perangkat desa di Kabupaten Kediri Tahun Anggaran 2023. Sejumlah kepala desa telah ditetapkan sebagai terlapor, termasuk Purwanto, S.E., Kepala Desa Gadungan — wilayah tempat berlangsungnya pengisian Kadus Gadungan Barat yang kini menuai sorotan.

Dalam SP2HP tersebut disebutkan bahwa penyidik telah:

  • Memeriksa 14 orang saksi,

  • Melakukan koordinasi dengan 1 orang ahli,

  • Menyita sejumlah barang bukti yang relevan,

  • Melakukan koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum.

Rencana tindak lanjut dari kepolisian yakni menggelar perkara untuk penetapan tersangka setelah hasil pemeriksaan laboratorium dari ITS Surabaya diterima.

Debby D. Bagus Purnama, anggota FPUPPD, menegaskan bahwa kasus ini tidak bisa dianggap sepele. "Ini by design! Jangan hanya tangkap pemain kecil. Kami ingin semua yang terlibat, termasuk aktor intelektual, diungkap," ujarnya.

Senada dengan itu, Gabriel Goa dari Koalisi Masyarakat Pemberantasan Korupsi Indonesia (KOMPAK INDONESIA) menyebut fenomena ini sebagai bentuk kegagalan tata kelola pemerintahan di tingkat desa. “Kalau perangkat desanya hasil jual beli jabatan, bagaimana bisa mengelola dana miliaran dari pusat dan daerah dengan jujur?” tegasnya.

Ia bahkan menyarankan agar perangkat desa yang terbukti mendapatkan jabatan melalui cara kotor lebih baik dianulir. “Jangan diberi panggung,” ujarnya lantang.

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Dirmanto, dalam keterangan persnya menyampaikan bahwa tiga orang telah ditahan terkait dugaan manipulasi nilai ujian dan pemberian imbalan dalam seleksi perangkat desa. Ketiga tersangka diduga memainkan peran kunci dalam rekayasa pengisian jabatan.

Penyelidikan ini mengarah pada kemungkinan penambahan tersangka, karena kuat dugaan bahwa praktik serupa terjadi secara masif dan terstruktur di beberapa desa lain di Kabupaten Kediri.

Dalam konteks ini, meskipun praktik jual beli jabatan tidak secara eksplisit disebut dalam satu pasal tunggal, namun beberapa ketentuan dapat dikenakan, di antaranya:

  • Pasal 3 dan 5 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terkait penyalahgunaan wewenang dan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara.

  • Pasal 12 huruf e UU Tipikor, yang mengatur pemberian sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya.

  • Pasal 418 KUHP tentang perbuatan memperdagangkan pengaruh kekuasaan atau jabatan.

Jual beli jabatan juga melanggar prinsip-prinsip umum dalam penyelenggaraan negara, seperti yang tercantum dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, khususnya pada pasal 26 ayat (4) huruf f yang menyebutkan bahwa kepala desa wajib melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang baik.

Masyarakat Kabupaten Kediri kini menunggu hasil penyelidikan yang jujur, terbuka, dan menyeluruh. Mereka berharap agar praktik-praktik kotor dalam seleksi perangkat desa tidak lagi terjadi dan tidak mengakar sebagai budaya.

Dengan kasus yang mencuat di Desa Gadungan dan desa-desa lain, kini menjadi ujian serius bagi kepolisian, khususnya Ditreskrimsus Polda Jatim, untuk menunjukkan integritas dan keberpihakan kepada keadilan serta masyarakat.

Jika tidak ditangani dengan tegas dan menyeluruh, bukan tidak mungkin kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan desa dan proses demokratisasi lokal akan terus terkikis.

Penegakan hukum tidak boleh setengah hati. Karena di balik satu jabatan yang dijual, ada harapan masyarakat yang dijual juga.(RED.F)

Posting Komentar

0 Komentar