Kediri, soearatimoer.net Dugaan penyimpangan penjualan BBM bersubsidi kembali marak diwilayah Kabupaten Kediri. Mirisnya, aksi tersebut dilakukan terang - terangan disaat antrian panjang pengisian BBM bersubsidi jenis Pertalite. Aksi penyimpangan penjualan ini diduga sudah ada kesepakatan antara pihak pembeli dengan salah satu operator SPBU untuk melaksanakan aksinya.
Modus operandi tersebut diduga telah berlangsung lama dan diduga terjadi pembiaran oleh pengawas SPBU. Mirisnya lagi aksi ini justru dilakukan oleh kendaraan roda dua dengan cara antri beberapa kali dalam satu kali aksinya.
Tengkulak ini diketahui menggunakan sepeda motor untuk membeli Pertalite berulang kali, yang kemudian dijual kembali secara eceran di pinggir jalan.
Sudah tak terlihat janggal bahkan tidak asing lagi, namun parahnya pada Senin 06 Oktober 2025 pukul 01.23 WIB di SPBU 54.641.26 yang terdapat di Jalan Soekarno Hatta No. 18A Katang Desa Sukorejo Kecamatan Ngasem Kabupaten Kediri, didapati seorang pengendara motor mengisi BBM jenis pertalite dan membawa 4 jerigen plastik ukuran 35 litter. Janggalnya ia mengisi pertalite tersebut dua kali dalam satu antrian, awak media memergoki peristiwa ini dan belum mendapatkan penjelasan dari pihak SPBU.
Aturan mengenai larangan pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) menggunakan jerigen plastik di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) umumnya dilarang, terutama untuk BBM bersubsidi, karena alasan keamanan dan untuk mencegah penyalahgunaan. Larangan ini didasarkan pada berbagai peraturan dan kebijakan Pertamina.
Pembelian BBM bersubsidi seperti Pertalite, Premium, dan Solar menggunakan jerigen atau drum untuk dijual kembali di tingkat pengecer dilarang keras oleh Pertamina. SPBU tidak diperbolehkan melayani penjualan BBM menggunakan jerigen plastik tanpa rekomendasi khusus. Pelanggaran ini dapat dijerat dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2011 tentang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas). Selain itu, Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2012 juga memuat larangan dan aspek keselamatan terkait pembelian BBM dengan jerigen.
Risiko keamanan penggunaan jerigen plastik dalam mengisi BBM sangat tidak disarankan karena alasan keamanan. Material plastik dapat menghasilkan listrik statis yang berpotensi memicu api dan menyebabkan kebakaran. Bahaya ini meningkat karena bensin mudah terbakar oleh panas, baik dari knalpot, udara, maupun percikan api. Untuk alasan keselamatan, direkomendasikan penggunaan jerigen berbahan aluminium yang lebih aman.
Hal seperti jelas ini memicu antrian panjang dan potensi kerugian seperti memicu terjadinya kebakaran. Operator dan pengawas memiliki peran besar dalam kecurangan ini, masyarakat yang seharusnya penerima sasaran tidak tersentuh langsung. Karena operator mengisi pertalite tersebut dia kali dalam satu antrian sebanyak 10 liter x 2 = 20 liter dengan memberi uang tips sebesar 4000,- dan kegiatan uang tips itu disetujui diperbolehkan oleh pengawas yang bernama inisial Puput Wijayanti.
Seperti diketahui, Peraturan BPH Migas dan Surat Edaran Pertamina secara tegas melarang pengisian BBM subsidi (Pertalite, Solar subsidi) ke jeriken, kecuali dengan izin resmi, larangan itu diperkuat dengan Pasal 55 UU No. 22 Tahun 2001 tentang Migas yang mengancam pelanggar dengan pidana penjara hingga 6 tahun dan denda maksimal Rp60 miliar.
Aturan yang ada hal ini jelas tidak diperbolehkan dan memperkuat dugaan kerjasama antara pengawas, karyawan dan pembeli sejak lama. Terlihat mereka sudah terbiasa dan tidak merasa canggung sama sekali. Secara internal, Pertamina telah memprioritaskan pelayanan pengisian BBM kepada masyarakat . Sementara itu, secara eksternal, koordinasi telah dijalin dengan pemerintah daerah dan aparat penegak hukum (APH) untuk menertibkan pedagang eceran BBM bersubsidi.
Ada beberapa alasan larangan akan hal ini karena pemerintah telah menerapkan atau berencana untuk menerapkan pembatasan jumlah Pertalite yang dapat dibeli oleh kendaraan dalam satu transaksi atau per hari untuk mencegah penimbunan dan penyalahgunaan BBM bersubsidi. Mengisi ulang di antrean yang sama dengan kendaraan yang sama untuk melakukan pengisian berulang kali melanggar prinsip antrean dan dapat mengurangi ketersediaan bagi konsumen lain. Ini juga membuka peluang penyalahgunaan karena pengisian berulang kali dalam satu waktu dapat mengindikasikan upaya penyalahgunaan dengan maksud untuk menjual kembali atau menimbun Pertalite. Serta mengurangi ketersediaan BBM karena tindakan seperti ini akan memperlambat proses pengisian bagi konsumen lain, menyebabkan antrean yang lebih panjang dan tidak efisien.
Hingga berita ini dilayangkan, diharapkan pihak Pertamina dan APH bertindak tegas memberi sanksi pada operator. Bahkan SPBU bisa mendapatkan sanksi berupa teguran atau secara administratif untuk melarang konsumen yang melakukan tindakan tersebut untuk menjaga kelancaran dan ketertiban di SPBU. Atau mungkin penonaktifan jika hal ini tetap dilakukan.
Pemerintah daerah dan APH akan terus melakukan penertiban terhadap penyalahgunaan BBM bersubsidi. Penjualan kembali BBM oleh pengepul jelas menyebabkan antrian panjang dan distribusi yang tidak kondusif, apalagi ada pengisian secara dua kali bahkan lebih dalam satu antrian.
Pertamina juga telah memberikan himbauan ke seluruh SPBU agar tidak melayani pengepul dan lebih mengutamakan konsumen langsung. Namun, keberhasilan kebijakan ini sangat bergantung pada dukungan masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan. Sebenarnya tegas BPH Migas meminta agar SPBU mematuhi aturan yang telah ditetapkan dalam melaksanakan kegiatannya, maka APH juga memiliki andil dalam segi pengawasan memingat ini BBM bersubsidi adalah hak mutlak masyarakat bukan untuk kalangan tertentu saja.
(Red.Tim Investigasi)
0 Komentar