Sukabumi, soearatimoer.net - Kasus dugaan perundungan yang menimpa seorang bocah kelas 3 SD berinisial L (9) di Sukabumi oleh teman sebayanya telah mendapat penetapan hukum. Penetapan itu dikeluarkan oleh Ketua Pengadilan Negeri Kelas IB Kota Sukabumi Yusuf Syamsudin dan diserahkan kepada Polres Sukabumi Kota.
Kasat Reskrim Polres Sukabumi Kota AKP Bagus Panuntun mengatakan, kasus bullying hingga mematahkan lengan siswa kelas 3 SD itu terjadi pada Februari 2023 lalu. Kemudian orang tua baru melaporkan hal tersebut ke aparat kepolisian pada 16 Oktober 2023. Sebanyak 13 saksi telah diperiksa dalam kasus tersebut.
"Kemudian telah dilakukan pemeriksaan juga terhadap ahli BHM (Psikolog anak) dan dr UYS (Dokter Ortopedi), telah dilakukan juga pemeriksaan-pemeriksaan pihak sekolah kemudian teman-teman korban kemudian korban sendiri dan termasuk dua anak ABH," kata Bagus, Sabtu (20/1/2023).
Lebih lanjut, pada 15 Januari 2024 lalu, pihaknya melakukan rapat koordinasi pengambilan keputusan bersama penyidik Balai Pemasyarakatan (Bapas) Kelas I Bandung dan Peksos. Pertemuan tersebut menghasilkan surat keputusan bersama dan dikirimkan kepada Pengadilan Negeri.
"Permohonan pengambilan keputusan penetapan ke PN Kota Sukabumi pada tanggal 16 Januari 2024 dan telah ditetapkan pengambilan keputusan dari Ketua PN di mana mengabulkan permohonan penetapan keputusan bersama penyidik," ujarnya.
Pengadilan memutuskan agar dua anak yang berhadapan dengan hukum yaitu berinisial WS alias CC dan KPA dikembalikan kepada orang tuanya untuk dididik, dirawat dan dibimbing serta mendapatkan pembimbingan dan pengawasan dari Balai Pemasyarakatan (Bapas) kelas 1 bandung selama 3 bulan.
"Selain itu memerintahkan para pihak untuk melaksanakan keputusan bersama, memerintahkan penyidik untuk bertanggungjawab atas barang bukti sampai keputusan bersama dilaksanakan, memerintahkan panitera menyampaikan salinan penetapan ini kepada penyidik anak yang berhadapan dengan hukum (ABH), orang tua, pelapor korban, pembimbing pemasyarakatan dan Dinas Sosial," ucap Bagus sambil membacakan putusan pengadilan.
Keputusan tersebut, kata dia, mempertimbangkan peradilan anak di mana tetap mengutamakan hak-hak anak. Sesuai pasal 21 UU no 11 tahun 2012 tentang sistem peradilan anak.
"Jadi hasil pemeriksaan tersebut untuk dua anak atau dua ABH ini berdasarkan penetapan dikembalikan seutuhnya kepada orang tua. Sudah selesai, hasil inkrah dari pengadilan," katanya.
Hasil Pemeriksaan Ahli Dokter Ortopedi
Bagus menjelaskan, dokter ortopedi dilibatkan sebagai ahli dalam perkara ini. Menurut keterangan ahli, kondisi patah tulang yang terjadi pada korban disebabkan oleh tekanan.
"Kalau di situ keterangan dari ahli dinyatakan bahwa memang tangan (korban) itu ada tekanan. Jadi waktu ada tekanan sehingga mengakibatkan tangannya itu patah, jadi bukan dijelaskan karena ada kekerasan, nggak ada. Jadi ada juga keterangan saksi yang mengatakan bahwa (mereka) tarik-tarikan terus jatuh tertimpa badan," kata Bagus.
Dia menegaskan, tak ada tanda kekerasan akibat benda tumpul ataupun benda tajam. Selain itu, tak ada luka lain yang diderita anak korban.
"Artinya tidak ada kekerasan akibat benda tumpul ataupun adanya kekerasan benda lain yang mengakibatkan luka. Jadi keterangan ortopedi tersebut adanya tekanan terhadap bobot badan tubuh sesuai dengan keterangan daripada saksi-saksi yang telah kita lakukan pemeriksaan," sambungnya.
Terakhir, Bagus mengatakan, kasus tersebut dilaksanakan secara profesional dengan mengutamakan sistem peradilan anak. Dia meminta agar warga masyarakat bersabar dan tidak terbawa informasi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
"Sekalipun ada framing yang menyatakan bahwa perkara tersebut tidak dilakukan penanganan perkaranya maka dengan keluarnya penetapan pengadilan inilah hasil inkrah pengadilan dan kami sudah secara profesional penanganan perkara," tutupnya.
Setelah menyelesaikan perkara dugaan perundungan yang dilakukan teman sebayanya ini, polisi masih memproses satu laporan lain yang dilayangkan oleh orang tua korban dengan perkara yang sama. Pada laporan kedua, orang tua korban melaporkan guru dan pihak sekolah. Selain itu, pihak sekolah juga membuat laporan balik terhadap orang tua korban atas dugaan pencemaran nama baik dan UU ITE.(red.L)
0 Komentar