Nganjuk, soearatimoer.net— Kekecewaan mendalam dirasakan oleh Lembaga Pengawasan Reformasi Indonesia (LPRI) DPC Nganjuk saat melakukan kunjungan resmi ke Kantor Desa Rowoharjo, Kecamatan Prambon. Sekitar pukul 11.00 WIB, kantor yang seharusnya menjadi pusat pelayanan publik itu ditemukan dalam kondisi tertutup rapat tanpa satu pun aparatur desa yang hadir, meski masih dalam jam kerja aktif.
Kunjungan ini bukan tanpa alasan. Tim LPRI datang membawa agenda serius untuk melakukan klarifikasi dan mediasi terkait sengketa tanah milik warga atas nama Samini, Sumini, dan Juminem. Namun, yang mereka temukan justru kekosongan pelayanan dan tidak adanya tanggung jawab dari perangkat desa.
“Ini bukan lagi sekadar kelalaian, tetapi sebuah bentuk pelecehan terhadap sistem pelayanan publik. Aparatur desa telah secara nyata melanggar amanat Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, khususnya Pasal 15 huruf (a) yang mewajibkan penyelenggara pelayanan untuk menyediakan pelayanan sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan,” tegas Joko Siswanto, Ketua DPC LPRI Nganjuk.
Keterangan dari warga setempat memperkuat temuan ini. Salah satu warga mengatakan bahwa sejak pukul 10.37 WIB, kantor desa sudah tidak lagi beroperasi. “Wong deso podo ngetan kabeh,” ungkapnya, yang mengindikasikan bahwa seluruh pegawai desa meninggalkan lokasi tanpa alasan yang jelas dan tanpa pemberitahuan kepada publik.
Bukan Kasus Pertama, LPRI Ancam Lapor ke Ombudsman dan Kemendagri
Ironisnya, ini bukan kejadian yang bersifat insidental. Menurut catatan LPRI, kantor desa tersebut sudah beberapa kali tutup di luar ketentuan jam kerja resmi. Hal ini tidak hanya melanggar etika pelayanan, tapi juga bertentangan dengan Pasal 54 ayat (1) huruf (c) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, yang mewajibkan pemerintah desa menyelenggarakan pemerintahan desa berdasarkan prinsip keterbukaan dan pelayanan publik.
“Kami akan segera melayangkan laporan kepada Ombudsman RI dan mempertimbangkan pengajuan rekomendasi sanksi administratif melalui Kementerian Dalam Negeri. Jika perlu, kami akan mendorong evaluasi kinerja kepala desa,” ujar Joko Siswanto.
Mengacu pada ketentuan yang berlaku di Kabupaten Nganjuk, jam kerja balai desa adalah:
-
Senin – Kamis: 08.00 – 15.00 WIB
-
Jumat: 08.00 – 15.30 WIB
-
Jam Istirahat:
-
Senin – Kamis: 12.00 – 12.30 WIB
-
Jumat: 11.30 – 12.30 WIB
-
Namun pada Kamis (15/5), pukul 11.00 WIB — yang masih dalam jam aktif — kantor dalam keadaan tertutup total.
LPRI menegaskan bahwa pelayanan publik merupakan salah satu pilar kehadiran negara di tengah rakyat. Ketika kantor desa — simbol pemerintahan terendah — justru mangkir dari tanggung jawab, maka secara moral dan hukum telah terjadi pengabaian terhadap hak warga untuk mendapatkan layanan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945.
“Jika desa tidak lagi bisa diandalkan, rakyat akan kehilangan arah dan kepercayaan. Ini bukan sekadar pelanggaran prosedural, tapi alarm kegagalan kepemimpinan di tingkat lokal. Pemerintah Kabupaten Nganjuk harus segera turun tangan sebelum ketidakpuasan rakyat berubah menjadi gejolak,” tutup pernyataan resmi LPRI. (red.tim)
0 Komentar