Mengapa Prabowo Rekrut Eks-Tentara Era 1998 ke Lingkar Kekuasaan?

  

Jakarta soearatimoer.net – Presiden Prabowo Subianto kembali menarik perhatian publik setelah melantik purnawirawan TNI Djamari Chaniago sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), menggantikan Budi Gunawan, pada Rabu (18/9).

Langkah ini menuai pro dan kontra, mengingat Djamari pernah menjadi bagian dari Dewan Kehormatan Perwira (DKP) yang pada 1998 merekomendasikan pemecatan Prabowo dari militer karena keterkaitannya dengan penculikan aktivis pro-demokrasi.

“Bahasa yang Sama”

Pengamat menilai, alasan utama Prabowo mengangkat kembali sejumlah eks-perwira yang pernah bersinggungan dengannya adalah soal kedekatan personal. Seorang peneliti politik regional menyebut bahwa Prabowo cenderung mengelilingi dirinya dengan figur-figur yang memiliki “bahasa yang sama”, baik dari segi latar belakang maupun cara pandang.

“Biasanya orang yang dianggap sepemahaman dengan Prabowo adalah mereka yang pernah bersama dalam operasi militer atau satu angkatan di Akademi Militer,” ujar peneliti itu kepada awak media.

Kedekatan Lama

Meski pada 1998 Djamari berada di posisi yang seakan berseberangan, rekam jejak menunjukkan ia dan Prabowo sudah saling mengenal sejak masa pendidikan di AKABRI. Djamari adalah lulusan 1971, senior Prabowo dan Sjafrie Sjamsoeddin.

Selain itu, belakangan Djamari juga bergabung dengan Partai Gerindra, semakin memperkuat sinyal kedekatan politik.

Usai dilantik, Djamari menegaskan bahwa dirinya menerima tugas di usia senja sebagai bentuk pengabdian terakhir. “Gunakan sisa umur untuk tetap mengabdi pada bangsa dan negara,” katanya.

Lingkaran Militer

Selain Djamari, sejumlah figur militer lain telah ditempatkan di lingkar kekuasaan Prabowo. Di antaranya Sjafrie Sjamsoeddin sebagai Menteri Pertahanan, Wiranto sebagai penasihat khusus, Luhut Binsar Pandjaitan di Dewan Ekonomi Nasional, hingga Muhammad Herindra sebagai Kepala BIN.

Nama lain yang juga menuai sorotan adalah Djaka Budi Utama, eks-anggota Tim Mawar yang kini menjabat Dirjen Bea Cukai, serta Dadang Hendra Yudha yang mendapat posisi di Badan Gizi Nasional.

Tidak hanya mengandalkan tokoh senior, Prabowo juga menempatkan loyalis muda yang dijuluki “Jedi Prabowo”, antara lain Sugiono (Menlu), Teddy Indra Wijaya (Sekretaris Kabinet), dan Angga Raka Prabowo (Kepala Badan Komunikasi Presiden).

Kritik Pegiat HAM

Fenomena ini menuai kritik tajam dari pegiat HAM. Direktur sebuah lembaga hak asasi menilai langkah Prabowo menunjukkan kecenderungan untuk menilai militer lebih unggul dibanding sipil, yang menurutnya bertentangan dengan prinsip demokrasi.

“Ini adalah kemunduran semangat reformasi yang seharusnya memisahkan peran sipil dan militer,” tegasnya.

Sementara itu, keluarga korban tragedi 1998 menyebut pengangkatan Djamari sebagai bentuk “cuci tangan” atas pelanggaran masa lalu. “Ketika ia memberikan jabatan kepada orang yang pernah menyidangkannya, itu adalah cara memutihkan diri,” kata Sumarsih, ibu korban Tragedi Semanggi I.

Antara Rekonsiliasi dan Kontroversi

Di satu sisi, langkah Prabowo dianggap sebagai bentuk rekonsiliasi antarelite militer-politik yang sempat terpecah pada era 1998. Namun di sisi lain, absennya kejelasan penyelesaian kasus pelanggaran HAM membuat langkah tersebut dipandang hanya menguntungkan penguasa tanpa memberikan keadilan bagi korban.

(red.FR)

Posting Komentar

0 Komentar