Bukan Berdasarkan Kualifikasi, Jabatan Desa Plemahan Justru Dibeli dengan Uang

 


soearatimoer.net - Desa Plemahan, Kecamatan Plemahan, tengah diselimuti kontroversi terkait pengisian perangkat desa untuk dua posisi penting: Sekretaris Desa dan Kepala Dusun Plemahan Kidul. Proses seleksi yang seharusnya berjalan transparan dan sesuai dengan peraturan, ternyata berujung pada dugaan adanya pungutan liar (pungli) yang melibatkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah.

Dalam pengisian perangkat desa ini, para calon yang berminat mengisi dua posisi tersebut dihadapkan pada permintaan sejumlah uang yang dinilai tidak wajar. Beberapa calon yang mengaku mengikuti proses seleksi tersebut melaporkan adanya sejumlah besar uang yang diminta oleh oknum-oknum yang terlibat dalam proses seleksi, dengan alasan untuk kelancaran administrasi dan penyelesaian proses pengisian jabatan.

Dugaan pungli ini semakin kuat karena besaran uang yang diminta mencapai angka puluhan hingga ratusan juta rupiah, tergantung pada posisi yang dilamar. Proses ini memicu kekhawatiran di kalangan warga dan masyarakat umum, yang merasa bahwa pengisian perangkat desa seharusnya dilakukan dengan cara yang transparan, adil, dan tanpa ada transaksi yang mengarah pada praktik korupsi.

Menurut informasi yang dihimpun, salah satu calon yang mengajukan diri sebagai Sekretaris Desa harus menyetorkan sejumlah uang yang cukup besar untuk mendapatkan kesempatan duduk di posisi tersebut. Sementara itu, calon Kepala Dusun Plemahan Kidul juga tak luput dari pungutan yang sangat tinggi. Hal ini jelas bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan pemerintahan yang baik, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Pasal 29 ayat (1) Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 mengatur bahwa perangkat desa diangkat dan diberhentikan berdasarkan keputusan Bupati/Walikota setelah melalui proses seleksi yang dilakukan dengan prinsip terbuka dan objektif. Dalam Pasal 29 ayat (2) dan (3) juga ditegaskan bahwa setiap proses pengisian perangkat desa harus mematuhi ketentuan yang berlaku, tanpa melibatkan pungutan yang tidak sah.

Praktik pungli semacam ini jelas melanggar ketentuan yang terdapat dalam Pasal 12 UU No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dengan tegas mengancam pelaku pungutan liar dengan pidana penjara dan denda.

Selain itu, sesuai dengan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, setiap pejabat di tingkat desa memiliki kewajiban untuk menyelenggarakan pemerintahan dengan bersih dan bebas dari KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme). Oleh karena itu, apabila terbukti adanya tindakan pungli, hal ini dapat mengarah pada tindakan hukum yang lebih tegas.

Sejauh ini, belum ada pihak yang secara resmi memberikan tanggapan terkait dugaan pungli ini. Namun, sejumlah calon yang merasa dirugikan dikabarkan sedang mengumpulkan bukti-bukti dan berencana untuk melaporkan kasus ini ke pihak berwenang. Warga dan masyarakat Desa Plemahan berharap agar proses ini dapat diselesaikan secara transparan dan adil, serta memberikan efek jera bagi oknum-oknum yang terlibat.

Selain itu, masyarakat juga mendesak agar pemerintah setempat mengambil langkah tegas untuk memeriksa kembali proses pengisian perangkat desa yang diduga melibatkan praktik pungli ini, serta memastikan bahwa semua prosedur yang ada sudah sesuai dengan aturan yang berlaku.

Kasus ini menjadi sorotan penting, mengingat pentingnya menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap pemerintah desa, yang merupakan garda terdepan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pemerintah diharapkan dapat bertindak cepat untuk mengungkap dugaan pungli ini, sekaligus memastikan bahwa proses seleksi perangkat desa di masa depan dapat berlangsung dengan lebih transparan dan akuntabel.(RED.JK)

Posting Komentar

0 Komentar