Lumajang, soearatimoer.net– Meskipun Sungai Regoyo di Kabupaten Lumajang masih dialiri lahar dingin dari Gunung Semeru, warga Desa Bago, Kecamatan Pasirian, tetap memaksakan diri menyeberang demi menjalankan aktivitas sehari-hari. Sungai selebar 30 meter itu menjadi satu-satunya akses tercepat menuju ladang dan desa di seberangnya.
Derasnya arus air sungai sebenarnya sangat membahayakan. Namun, warga tak punya banyak pilihan. Minimnya infrastruktur penyeberangan membuat mereka harus mengambil risiko besar setiap hari.
"Kalau lewat jembatan harus mutar jauh sekali. Padahal saya cuma mau ke ladang, jadi terpaksa lewat sini walau bahaya," kata Muhammad Lukman, salah satu warga setempat, saat ditemui Rabu (14/5/2025).
Tak sedikit sepeda motor warga mati mesin di tengah sungai akibat air yang terlalu tinggi dan deras. Dalam kondisi seperti itu, mereka harus mendorong motor sambil melawan arus agar bisa sampai ke seberang.
Rudi, petani asal desa tersebut, mengaku tak punya pilihan lain. Ia harus melintasi sungai itu setiap hari untuk mencari pakan ternak. “Saya merumput untuk sapi. Lewat sini saja sudah berat, apalagi kalau harus memutar, bisa habis waktu dan tenaga,” tuturnya.
Situasi ini menunjukkan bagaimana warga di sekitar kaki Gunung Semeru terus beradaptasi dengan kondisi alam yang ekstrem. Meski sadar akan risikonya, mereka tetap bertahan demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Padahal, kondisi tersebut jelas membutuhkan perhatian serius dari pemerintah daerah. Akses penyeberangan yang aman sangat diperlukan agar warga tidak terus menerus mempertaruhkan nyawa mereka.
“Kami berharap pemerintah segera membangun jembatan darurat atau menyediakan perahu penyeberangan sementara. Ini sangat berisiko, tapi kami tidak punya jalan lain,” harap Lukman.
Fenomena ini menjadi cermin nyata ketangguhan masyarakat desa dalam menghadapi bencana alam. Namun di sisi lain, kondisi ini juga menggambarkan kesenjangan fasilitas dasar yang masih dihadapi oleh sebagian warga di daerah rawan bencana seperti Lumajang.(red.a)
0 Komentar