Efisiensi Anggaran Berdampak ke Sektor MICE dan Hotel, PHRI Kediri Raya Minta Solusi Konkret

 

KEDIRI, soearatimoer.net– Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah daerah mulai dirasakan dampaknya oleh sektor ekonomi lokal, khususnya usaha MICE (Meeting, Incentive, Convention, Exhibition) dan perhotelan. Para pelaku usaha di sektor ini meminta agar semua pihak turut mencari solusi agar roda ekonomi tetap berputar.

Dalam diskusi bertema “Dampak Efisiensi Anggaran Daerah: Untung atau Buntung?” yang digelar Jawa Pos Radar Kediri pada Kamis sore (19/6), Wakil Ketua PHRI Kediri Raya, Agung Kartiko, menyoroti anjloknya pendapatan hotel akibat berkurangnya agenda pertemuan instansi pemerintah.

“Beberapa hotel di Kediri Raya memiliki fasilitas penyewaan ruang pertemuan. Ketika anggaran untuk pertemuan dipangkas, omzet kami turun drastis,” ungkap Agung. Menurutnya, kondisi ini juga berdampak pada mitra kerja seperti pelaku UMKM yang sebelumnya diajak bekerja sama oleh hotel.

“Multiefeknya sampai ke mitra UMKM. Kami terpaksa mengurangi kerja sama, bahkan banyak yang terpaksa putus kontrak,” imbuhnya.

Hal senada disampaikan Ketua PHRI Kediri Raya, Sri Rahayu Titik Nuryati, yang menyatakan kekhawatiran atas potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) seperti yang terjadi di daerah lain. Meski di Kediri belum sampai pada PHK, penyesuaian jam kerja menjadi salah satu langkah yang harus diambil.

“Situasinya mirip masa pandemi Covid-19. Jam kerja dikurangi. Yang biasanya 25 hari kerja, kini hanya 20 hari kerja,” katanya.

Pemkot: Efisiensi Bukan Pemotongan Saja

Menanggapi kekhawatiran tersebut, Kepala BPPKAD Kota Kediri, Sugeng Wahyu Purba Kelana, menjelaskan bahwa efisiensi anggaran bukan sekadar pemotongan, tetapi pergeseran alokasi anggaran agar lebih tepat sasaran.

“Anggaran yang diefisiensikan tetap dialokasikan ke sektor-sektor yang berdampak langsung pada pelayanan masyarakat. Disesuaikan dengan visi misi Presiden dan daerah,” jelas Sugeng.

Ia mengakui bahwa kebijakan ini turut berdampak pada sektor MICE dan perhotelan. Data menunjukkan, penerimaan pajak hotel pada Mei 2025 turun dari Rp 2,8 miliar menjadi Rp 2,6 miliar, sementara pajak restoran justru mengalami kenaikan.

Sugeng menambahkan bahwa efisiensi dilakukan salah satunya dengan memangkas alokasi perjalanan dinas hingga 50 persen. Namun, ia melihat peluang ekonomi tetap bisa tumbuh dengan mengalihkan kegiatan kedinasan dari luar kota ke dalam kota.

“Kami mendorong agar pertemuan dilakukan di dalam kota. Ini agar uang tetap beredar di Kediri, sehingga ekonomi lokal bisa tetap bergerak,” terangnya.

Diskusi tersebut juga dihadiri oleh Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Kediri Totok Minto LeksonoDosen Ekonomi Universitas Nusantara PGRI Kediri Edi Susanto, serta sejumlah pelaku usaha perhotelan dan restoran. Seluruh peserta sepakat bahwa efisiensi harus dibarengi inovasi agar tidak mematikan sektor ekonomi yang selama ini menopang daerah. (red:a)

Posting Komentar

0 Komentar