JAKARTA, soearatimoer.net – Tim Advokasi Anti Kriminalisasi Akademisi dan Aktivis menyuarakan penolakan terhadap hasil pemeriksaan forensik dokumen ijazah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang tengah ditangani oleh Bareskrim Polri. Penolakan ini disampaikan dalam konferensi pers yang digelar pada Senin (12/5/2025), dan ditayangkan melalui kanal YouTube Refly Harun.
Dalam konferensi tersebut, Ahmad Khozinudin, selaku Koordinator Nonlitigasi, menegaskan bahwa pihaknya tidak menerima hasil uji laboratorium forensik yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan pihak luar yang independen.
“Prosedur ini tidak bisa dikategorikan sebagai proses penegakan hukum yang objektif. Kami menduga ada muatan politis dalam percepatan proses ini, apalagi dilakukan setelah klien kami dilaporkan oleh Presiden Jokowi,” ujar Ahmad.
Tim hukum yang mewakili Dr Roy Suryo, Dr Rismon Hasiholan Sianipar, Rizal Fadillah SH, Dr Tifauzia Tyassuma, Kurnia Tri Royani, dan Prof Egi Sudjana—menganggap tindakan Bareskrim sebagai langkah reaktif yang tidak fair.
“Kami menolak hasil uji laboratorium dari Bareskrim karena tidak mencerminkan prinsip transparansi, akuntabilitas, serta independensi. Penyelidikan semacam ini semestinya terbuka dan melibatkan banyak pihak,” tegas Ahmad.
Lebih lanjut, ia menambahkan bahwa proses hukum yang berjalan sekarang masih berada dalam tahap pra-penyelidikan atau pra-justicia, dan belum menyentuh pokok perkara, yaitu validitas ijazah yang dipermasalahkan.
“Ini baru tahap awal dari penerimaan aduan masyarakat. Belum ada laporan polisi yang resmi, sehingga belum masuk ranah hukum substantif,” jelasnya.
Dalam pernyataan sikap resminya, tim advokasi menyuarakan tiga poin utama:
Menolak hasil uji forensik yang dilakukan tanpa pengawasan eksternal.
Menilai proses yang sedang berjalan cenderung bermuatan politik.
Mendesak dibentuknya tim independen dan inklusif untuk melakukan audit forensik.
Ahmad menambahkan bahwa audit tersebut harus melibatkan akademisi dari institusi kredibel, lembaga internasional, serta wakil dari legislatif.
“Proses audit harus melibatkan seluruh pemangku kepentingan, termasuk ahli forensik independen, akademisi yang tidak berpihak, bahkan bila perlu melibatkan lembaga luar negeri agar hasilnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan hukum,” ujar Ahmad.
Tim ini juga mencurigai hasil uji forensik yang dilakukan sekarang berpotensi hanya akan memperkuat legitimasi ijazah Jokowi tanpa membuka ruang pembuktian yang adil. Sebaliknya, mereka khawatir hal ini hanya akan digunakan sebagai dasar mempercepat kriminalisasi terhadap para pelapor.
“Kalau hasilnya sudah diarahkan sedemikian rupa, bisa saja laporan dari TPUA akan dihentikan karena dinilai tak cukup bukti, sementara klien kami tetap dijerat,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, turut disebutkan beberapa nama besar yang bergabung dalam tim advokasi ini, seperti Dr Amir Samsudin SH MH (mantan Menteri Hukum dan HAM), Dr Abraham Samad (mantan Ketua KPK), dan Mayjen TNI (Purn) Samsu Jalal (mantan Danpom ABRI).
Sementara itu, Bareskrim Polri melalui Direktur Tindak Pidana Umum, Brigjen Djuhandhani Rahardjo Puro, menyatakan bahwa penyelidikan atas laporan dugaan ijazah palsu dari Tim Pembela Ulama dan Aktivis (TPUA) telah mencapai 90 persen.
“Sebagian besar proses sudah dijalankan, sisanya tinggal menunggu hasil uji lab forensik atas dokumen-dokumen pembanding yang diperoleh dari rekan sekolah Pak Jokowi,” ungkap Djuhandhani, Kamis (8/5/2025).
Bareskrim juga menyampaikan bahwa selain ijazah, dokumen-dokumen lain seperti foto, formulir pendaftaran, hingga skripsi akan turut diperiksa.
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa langkah hukum ini ia tempuh agar publik mendapat kejelasan. Dalam keterangannya, Jokowi menegaskan bahwa dirinya telah menunjukkan seluruh ijazah pendidikan dari tingkat SD hingga perguruan tinggi kepada penyidik Polda Metro Jaya.
"Masalah ini sebenarnya sederhana, tapi karena terus bergulir, maka saya pikir lebih baik dibawa ke ranah hukum agar semuanya jelas," ujarnya.
Jokowi juga menegaskan kesiapannya untuk memberikan keterangan lebih lanjut jika diperlukan dalam proses penyelidikan lanjutan.(red.al)
0 Komentar